Orang Lain
Oleh: Syamsu Ndau
Sejak lahir hingga sekarang, kita
hidup ditengah masyarakat. Kehidupan bersama itu melahirkan berbagai pengalaman
berhubungan dengan orang lain. Disatu pihak, kita membutuhkan kehadiran orang
lain. Dilain pihak, kita ingin sendirian dan tidak ingin diganggu. Singkatnya,
pengalaman hidup bersama orang lain – mulai dari keluarga, sekolah, sampai
masyarakat – menyadarkan kita akan persamaan maupun perbedaan kita dengan orang
lain.
Hubungan antara individu-individu dengan kesamaan dan
perbedaan itu menimbulkan berbagai fenomena dalam masyarakat, berupa kerjasama
dan pertentangan. Hubungan-hubungan yang sering terjadi juga mengakibatkan
masyarakat selalu berubah, mengalami kemajuan atau kemunduran. Masyarakat pada
giliranya juga mempengaru individu.
Tindakan sosial merupakan salasatu aksi individu untuk melibatkan orang
lain, semisal membentuk simbol-simbol dan bagaimana orang lain dapat menangkap
makna simbol-simbol tersebut sehingga terjadi interaksi dengan menggunakan
simbol dan bagaimana subjek memandang dan mendefinisikan diri mereka
berdasarkan pandangan orang lain. Kita akan terus bertanya seberapa
penting hidup kita dengan keberadaan
orang lain.
Dalam sebuah lembaga atau kelompok sosial,
individu sering terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat dengan team kerja dengan modus interaksi
saling curiga dan saling kepo, dengan kerepotan orang lain kita sering
kehilangan kebebasan dalam segala hal. Dengan kerepotan orang lain, seperti
disinggung oleh Jean paul sartre salasatu filsuf eksistensialis
kontemporer dalam tulisanya “saat oang
lain menjadi neraka” ditakwil sebagai suatu sindiran atas kerepotan dan
perbedaan hidup kita sebungan dengan
kehadiran orang lain. Gagasan satre “Hell is orther people” tersebut tentu
sangat menarik untuk dilihat relevansinya dengan apa yang terjadi dijaman millenial saat ini.
Dalam beberapa kasus misalnya ; ketika
kita mengaploud foto di media sosial serta bagaiama orang lain menanggapinya
dengan sinis, begitupun cara kita perpakaian, cara kita untuk makan, cara kita membentuk rambut, cara kita untuk
marah, cara kita untuk tertawa, bahkan cara kita untuk berteriak sambil memaki,
yang menurut kita itu baik buat diri kita sendiri, tetapi dengan kehadiran
orang lain kita malah membatasinya. karena apa?, karena kehadiran orang lain
sekaligus kerepotan orang lain yang
membuat kita terbatas dalam segala hal.
Kerepotan akan
kehadiran orang lain itu dirasakan pula oleh Mullah Nasruddin. Suatu ketika
beliau dan anaknya jalan-jalan keluar rumah mengendarai keledai favoritnya.
Karena sayang kepada anaknya, Nasruddin memilih berjalan kaki, dan anaknya yang
mengendarai keledai. Di jalan orang berkomentar: “Dasar anak durhaka, masak
orang tuanya disuruh berjalan kaki.”
Akhirnya Nasruddin dan anaknya berganti posisi. Anaknya yang berjalan,
Nasrudin yang mengendarai Keledai. Di jalan kembali orang berkomentar: “Dasar
orang tua tidak sayang anak.” Selanjutnya Nasrudin dan anaknya bersepakat
sama-sama menaiki keledai, orang pun berkomentar: “Dasar manusia tega, tidak
kasihan sama binatang.” Akhirnya
Nasruddin dan anaknya memutuskan untuk sama-sama berjalan sambil menuntun
keledai, dan orang berkomentar: “Dasar manusia goblok, membawa keledai kok dituntun saja,
tidak dinaiki.”
Dalam puncak kejengkelannya Nasruddin mewanti-wanti
kepada anaknya: “Nak, nanti
setelah kamu memiliki keledai, jangan pernah mencukur bulu ekornya di depan
orang lain! Beberapa akan berkata kamu memotong terlalu banyak, sementara
yang lain berkata kamu memotong terlalu sedikit. Jika kamu ingin menyenangkan
semua orang, pada akhirnya keledaimu tidak akan memiliki ekor sama sekali.”
(Fahrudin Faiz, 2018)
Pengalaman hidup bersama orang lain
terkadang menyulitkan, malah memaksa diri kita untuk menjadi orang lain. Kenapa
hal itu terus terjadi, karena orang lain akan terus terlibat dalam kehidupan
kita. Ada kata bijak yang tersebar luas
dalam masyarakat, yang menurut saya itu tak bijak, kurang lebihnya begini,
“jangan pernah menjadi orang lain jadilah diri sendiri” ah,.. itu bohong, dalam
teori sosial kehidupan bermasyarakat manusia selalu bertindak dengan
mempertimbangkan orang lain dalama Max Weber disebut sebagai tindakan sosial. Oleh sebab itu orang lain
adalah “si pengintip” dan individu tak
akan bebas selama orang lain mengawasi gerak – gerik.
Wasalam..
Comments
Post a Comment